You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Jatiseeng
Jatiseeng

Kec. Ciledug, Kab. Cirebon, Provinsi Jawa Barat

CERITA TENTANG RUMAH JATISEENG CILEDUG

KUWU JATISEENG 04 Oktober 2025 Dibaca 9 Kali

KISAH TENTANG
RUMAH KENANGAN L. DOEWE (RUMAH JATISEENG)
F.X.Soesmoyo : November 2009
(diedit ulang oleh Kuwu JATISEENG, SOEMARNO M.TH).

RUMAH JATISEENG / RUMAH CILEDUG 1 :

Akhir-akhir ini di kalangan anak, cucu dan cicit Bapak Doewe telah bermunculan sejumlah ide atau gagasan yang bernuansakan nostalgia seputar Bapak Doewe. Salah satu ide diantaranya, yang juga telah mulai mengkristal adalah ikhwal Rumah Jatiseeng, rumah tempat Bapak Doewe tinggal sejak tahun 1931-1966. Di kalangan mereka, Rumah Jatiseeng biasa disebut Rumah Ciledug. Itulah sebabnya, salah seorang cucu Bapak Doewe yang ingin menampung sejumlah tulisan kenangan tentang rumah Jatiseeng sesuai kenangannya masing-masing dalam sebuah blog, menyebut alamat blognya : doeweciledug.blogspot.com , alih-alih doewejatiseeng.

Saya tidak tahu persis kapan tepatnya ide tersebut lahir. Yang jelas ide tersebut mencuat ke permukaan terhitung sejak rumah Jatiseeng terjual pada tanggal 4 Mei 2009. Mungkin tidak banyak diantara cucu dan cicit Bapak Doewe yang secara pribadi memiliki kenangan khusus atas rumah Jatiseeng dimaksud, walaupun hanya sepenggal-sepenggal. Maklum, anak, cucu, cicit Bapak Doewe umumnya tersebar jauh dari Jatiseeng dan hanya sekali-sekali singgah ke rumah Jatiseeng.

Foto rumah Jatiseeng sebagaimana tampak depan dalam blog doeweciledug, bukanlah rumah Jatiseeng yang didirikan tahun 1908. Itu adalah bagian tambahan yang didirikan tahun 1957, setelah rumah Cigobang dibongkar. Bagian tersebut semula merupakan pendopo. Rumah Jatiseeng aslinya terdiri dari tiga bagian, sebagaimana rumah-rumah jaman baheula umumnya. Bagian pertama disebut pendopo,berupa ruangan terbuka yang berada di bagian terdepan. Bagian kedua adalah bagian inti rumah dan bagian ketiga adalah bagian belakang yang berupa ruangan terbuka, seperti halnya pendopo, berikut dapur. Kamar mandi dan wc terletak di luar rumah berdekatan dengan sumur. Di dekat sumur terdapat 2 tempat saluran air. Saluran satu untuk mengisi bak air kamar mandi sedang saluran kedua untuk mengisi bak air dapur.

Pendopo rumah biasanya digunakan sebagai ruang tamu terbuka. Batas pendopo rumah Jatiseeng dimulai dari dua pilar bulat besar yang berdiri terpisah sekitar 2,5 m dari pintu utama depansampai tangga masuk depan rumah. Di pendopo inilah Bapak Doewe pernah membuka kelas-kelas ”sekolah binaannya” di penghujung tahun 1949. Cikal bakal Sekolah Santo Thomas.

Sejak tahun 1957, pendopo tersebut diubah menjadi ”rumah kedua” dengan dua kamar tidur di sisi selatan yaitu satu kamar tidur ukuran kecil (antara batas bagian inti dengan pilar) dan satu kamar tidur ukuran besar (dari pilar sampai pintu depan). Di depan kamar tidur ukuran kecil terdapat ruangan memanjang yang biasa digunakan sebagai ruang makan, yang disekat tembok dari pilar bulat. Sedang didepan kamar tidur besar terdapat ruang terbuka sebagai ruang tamudan atau ruang serba guna. ”Rumah kedua” tersebut kemudian ditempati oleh keluarga putri sulung Bapak Doewe ( Kel. F.J.Moedjihardjo).

Bagian inti rumah terdiri dari dua kamar tidur utama yang terletak di sisi utara dan sisi selatan berhadap-hadapan. Ruangan antara kedua kamar tidur utama tersebut digunakan sebagai ruang keluarga. Pada masa dulu di ruang inilah pada malam hari biasa digunakan sebagai tempat keluarga sembahyang bersama. Biasanya dimulai dari rosario, litani Santa Perawan Maria dan ditutup dengan doa malam. Bersebelahan dengan kamar tidur utama sisi utara terdapat satu kamar serba guna, semacam gudang dalam rumah. Didalam kamar serba guna tersebut terdapat semacam peti besarberukuran ± 2 x 1m dengan tinggi ± 75cm yang digunakan sebagai tempat penyimpanan perabot rumah tangga. Orang menyebutnya “Geledeg”.

Di depan kamar serba guna tersebut, terdapat ruangan terbuka. Ruangan ini pernah digunakan sebagai ruang makan dan ruang kerja Bapak Doewe. Pada saat sekarang dalam ruangan ini telah didirikan kamar mandi. Terdapat dua pintu utama yang membatasi bagian inti dengan bagian belakang dan bagian inti dengan bagian depan (pendopo). Pada saat ini ada tambahan pintu yang memisahkan ruang tidur utama dan kamar serba guna yang terdapat di dalam bagian inti.Dengan kata lain, di dalam bagian inti terdapat tiga buah pintu utama.

Bagian belakang rumah merupakan ruang terbuka. Dalam ruangan terbuka tersebut terdapat bale-bale besar yang biasa digunakan untuk ruang tamu (lesehan) keluarga atau orang yang sudah dianggap seperti keluarga. Pada saat sekarang di bagian belakang tersebut terdapat dua kamar, gudang besar dan kamar mandi yang terletak di depan dapur. Tidak ingat persis sejak kapan dan mengapa dapur tersebut kemudian ditutup dan digunakan sebagai gudang.

Kamar mandi dan wc yang berada di luar rumah pada saat ini sudah tidak digunakan lagi. Sumur terletak di depan kamar mandi,sedangkan di depan wc terdapat kolam ikan yang kemudian ditutupdan dijadikan lumbung padi. Tidak jauh dari kamar mandi dan wc, arah selatan berhimpit dengan pagar tembok rumah, terdapat bangunan yang biasa digunakan untuk tempat menumbuk padi. Disampingnya kemudian didirikan pula kandang kuda dan ”garasi” delman. Bangunan tempat menumbuk padi, kandang kuda dan garasi delman pada saat ini sudah tidak tampak bekasnya lagi.

Konon menurut cerita Bapak Doewe, rumah Jatiseeng tersebutmemang didirikan khusus untuk Bapak Doewe sebagai hadiah ulang tahunnya yang pertama. Tercatat di tembok sebelah atas pintu utama belakang (pintu utama sebagai pemisah bagian inti dan bagian belakang) 28/12/1908 , tanggal saat rumah selesai dibangun. Halaman rumah dikelilingi pagar tembok setinggi kurang lebih 2 meter.

RUMAH JATISEENG / RUMAH CILEDUG 2 :
Foto rumah Jatiseeng sebagaimana tercantum dalam blog doeweciledug, tampak sangat kumuh dan menyedihkan. Kumuh luar dalam secara menyeluruh. Maklum lah rumah tersebut sejak tahun1988 mulai kurang terawat secara berkelanjutan. Semula setelah Ibu Doewe meninggal tahun 1975, putri sulungnya (Maria Soesilah Moedjihardjo) masih tinggal di rumah Jatiseeng sampai beberapa saatsetelah Bapak Moedjihardjo meninggal dunia tahun 1984. Kemudian ia pindah ke Jakarta setelah membeli rumah di kompleks Perumahan Taman Kedoya Permai hingga akhir hayatnya 4 Maret 2004.

Selanjutnya putra ketiga Bapak Doewe (Yosef Soesanto) sempat juga tinggal di rumah Jatiseeng beberapa bulan sampai saat meninggaltahun 1988. Setelah itu rumah hanya ditunggui oleh kerabat Bapak Doewe dengan perawatan seadanya, tanpa pemeliharaan rutin yang berarti, sampai saat rumah terjual tahun 2009.

Rumah ini menyimpan banyak ragam kenangan bagi segenap keturunan Bapak Doewe, mulai dari yang hanya sekedar tahu sampai mereka yang benar-benar memiliki kenangan yang sangat mendalam dan sulit mereka lupakan.

Untuk sekedar memperoleh bayangan visual, berikut adalah foto2 rumah Jatiseeng (tampak dalam) yang diangkat dari foto kunjungan Mgr P.M. ArntzOSC dan peringatan HUT ke 1 Senam Yoga Sari Dewi Ciledug. Mudah-mudahan upaya visualisasi kondisi rumah Jatiseeng bagian dalam melalui foto-foto tersebut dapat memberi gambaran kepada mereka yang belum pernah melihat rumah Jatiseeng secara langsung seutuhnya.

Foto 1 : Mgr P.M. Arntz OSC berdiri di antara 2 pilar bulat. Di sebelah kanannya tampak pintu kamar tidur ukuran kecil.Foto 2Anak laki-laki tertua Bapak/Ibu Moedjihardjo (A. Soesdihardjo) yang sedang memberi sambutan berdiri di depan pintu kamar tidur ukuranbesar.

Foto 3 : Ibu-ibu peserta senam yoga yang tengah merayakan HUT ke 1 duduk di depan kamar tidur ukuran besar dan kamar tidur ukuran kecil. Lantainya adalah tegel dari rumah Cigobang. Perhatikan tegel berwarna, dulu di rumah Cigobang tegel tersebut juga terdapat dibagian pendopo rumah.Foto 4 : Ibu-ibu duduk di ruang terbuka (yang biasa digunakan sebagai ruang tamu) di depan kamar tidur ukuran besar.

CERITA TENTANG RUMAH JATISEENG CILEDUG

DSCI1885

KISAH TENTANG
RUMAH KENANGAN L. DOEWE (RUMAH JATISEENG)
F.X.Soesmoyo : November 2009
(diedit ulang oleh Kuwu JATISEENG, SOEMARNO M.TH).

 

RUMAH JATISEENG / RUMAH CILEDUG 1 :
…..
Akhir-akhir ini di kalangan anak, cucu dan cicit Bapak Doewe telah bermunculan sejumlah ide atau gagasan yang bernuansakan nostalgia seputar Bapak Doewe. Salah satu ide diantaranya, yang juga telah mulai mengkristal adalah ikhwal Rumah Jatiseeng, rumah tempat Bapak Doewe tinggal sejak tahun 1931-1966. Di kalangan mereka, Rumah Jatiseeng biasa disebut Rumah Ciledug. Itulah sebabnya, salah seorang cucu Bapak Doewe yang ingin menampung sejumlah tulisan kenangan tentang rumah Jatiseeng sesuai kenangannya masing-masing dalam sebuah blog, menyebut alamat blognya : doeweciledug.blogspot.com , alih-alih doewejatiseeng.

Saya tidak tahu persis kapan tepatnya ide tersebut lahir. Yang jelas ide tersebut mencuat ke permukaan terhitung sejak rumah Jatiseeng terjual pada tanggal 4 Mei 2009. Mungkin tidak banyak diantara cucu dan cicit Bapak Doewe yang secara pribadi memiliki kenangan khusus atas rumah Jatiseeng dimaksud, walaupun hanya sepenggal-sepenggal. Maklum, anak, cucu, cicit Bapak Doewe umumnya tersebar jauh dari Jatiseeng dan hanya sekali-sekali singgah ke rumah Jatiseeng.

Foto rumah Jatiseeng sebagaimana tampak depan dalam blog doeweciledug, bukanlah rumah Jatiseeng yang didirikan tahun 1908. Itu adalah bagian tambahan yang didirikan tahun 1957, setelah rumah Cigobang dibongkar. Bagian tersebut semula merupakan pendopo. Rumah Jatiseeng aslinya terdiri dari tiga bagian, sebagaimana rumah-rumah jaman baheula umumnya. Bagian pertama disebut pendopo,berupa ruangan terbuka yang berada di bagian terdepan. Bagian kedua adalah bagian inti rumah dan bagian ketiga adalah bagian belakang yang berupa ruangan terbuka, seperti halnya pendopo, berikut dapur. Kamar mandi dan wc terletak di luar rumah berdekatan dengan sumur. Di dekat sumur terdapat 2 tempat saluran air. Saluran satu untuk mengisi bak air kamar mandi sedang saluran kedua untuk mengisi bak air dapur.

Pendopo rumah biasanya digunakan sebagai ruang tamu terbuka. Batas pendopo rumah Jatiseeng dimulai dari dua pilar bulat besar yang berdiri terpisah sekitar 2,5 m dari pintu utama depansampai tangga masuk depan rumah. Di pendopo inilah Bapak Doewe pernah membuka kelas-kelas ”sekolah binaannya” di penghujung tahun 1949. Cikal bakal Sekolah Santo Thomas.

Sejak tahun 1957, pendopo tersebut diubah menjadi ”rumah kedua” dengan dua kamar tidur di sisi selatan yaitu satu kamar tidur ukuran kecil (antara batas bagian inti dengan pilar) dan satu kamar tidur ukuran besar (dari pilar sampai pintu depan). Di depan kamar tidur ukuran kecil terdapat ruangan memanjang yang biasa digunakan sebagai ruang makan, yang disekat tembok dari pilar bulat. Sedang didepan kamar tidur besar terdapat ruang terbuka sebagai ruang tamudan atau ruang serba guna. ”Rumah kedua” tersebut kemudian ditempati oleh keluarga putri sulung Bapak Doewe ( Kel. F.J.Moedjihardjo).

Bagian inti rumah terdiri dari dua kamar tidur utama yang terletak di sisi utara dan sisi selatan berhadap-hadapan. Ruangan antara kedua kamar tidur utama tersebut digunakan sebagai ruang keluarga. Pada masa dulu di ruang inilah pada malam hari biasa digunakan sebagai tempat keluarga sembahyang bersama. Biasanya dimulai dari rosario, litani Santa Perawan Maria dan ditutup dengan doa malam. Bersebelahan dengan kamar tidur utama sisi utara terdapat satu kamar serba guna, semacam gudang dalam rumah. Didalam kamar serba guna tersebut terdapat semacam peti besarberukuran ± 2 x 1m dengan tinggi ± 75cm yang digunakan sebagai tempat penyimpanan perabot rumah tangga. Orang menyebutnya “Geledeg”.

Di depan kamar serba guna tersebut, terdapat ruangan terbuka. Ruangan ini pernah digunakan sebagai ruang makan dan ruang kerja Bapak Doewe. Pada saat sekarang dalam ruangan ini telah didirikan kamar mandi. Terdapat dua pintu utama yang membatasi bagian inti dengan bagian belakang dan bagian inti dengan bagian depan (pendopo). Pada saat ini ada tambahan pintu yang memisahkan ruang tidur utama dan kamar serba guna yang terdapat di dalam bagian inti.Dengan kata lain, di dalam bagian inti terdapat tiga buah pintu utama.

Bagian belakang rumah merupakan ruang terbuka. Dalam ruangan terbuka tersebut terdapat bale-bale besar yang biasa digunakan untuk ruang tamu (lesehan) keluarga atau orang yang sudah dianggap seperti keluarga. Pada saat sekarang di bagian belakang tersebut terdapat dua kamar, gudang besar dan kamar mandi yang terletak di depan dapur. Tidak ingat persis sejak kapan dan mengapa dapur tersebut kemudian ditutup dan digunakan sebagai gudang.

Kamar mandi dan wc yang berada di luar rumah pada saat ini sudah tidak digunakan lagi. Sumur terletak di depan kamar mandi,sedangkan di depan wc terdapat kolam ikan yang kemudian ditutupdan dijadikan lumbung padi. Tidak jauh dari kamar mandi dan wc, arah selatan berhimpit dengan pagar tembok rumah, terdapat bangunan yang biasa digunakan untuk tempat menumbuk padi. Disampingnya kemudian didirikan pula kandang kuda dan ”garasi” delman. Bangunan tempat menumbuk padi, kandang kuda dan garasi delman pada saat ini sudah tidak tampak bekasnya lagi.

Konon menurut cerita Bapak Doewe, rumah Jatiseeng tersebutmemang didirikan khusus untuk Bapak Doewe sebagai hadiah ulang tahunnya yang pertama. Tercatat di tembok sebelah atas pintu utama belakang (pintu utama sebagai pemisah bagian inti dan bagian belakang) 28/12/1908 , tanggal saat rumah selesai dibangun. Halaman rumah dikelilingi pagar tembok setinggi kurang lebih 2 meter.

RUMAH JATISEENG / RUMAH CILEDUG 2 :
…..
Foto rumah Jatiseeng sebagaimana tercantum dalam blog doeweciledug, tampak sangat kumuh dan menyedihkan. Kumuh luar dalam secara menyeluruh. Maklum lah rumah tersebut sejak tahun1988 mulai kurang terawat secara berkelanjutan. Semula setelah Ibu Doewe meninggal tahun 1975, putri sulungnya (Maria Soesilah Moedjihardjo) masih tinggal di rumah Jatiseeng sampai beberapa saatsetelah Bapak Moedjihardjo meninggal dunia tahun 1984. Kemudian ia pindah ke Jakarta setelah membeli rumah di kompleks Perumahan Taman Kedoya Permai hingga akhir hayatnya 4 Maret 2004.

Selanjutnya putra ketiga Bapak Doewe (Yosef Soesanto) sempat juga tinggal di rumah Jatiseeng beberapa bulan sampai saat meninggaltahun 1988. Setelah itu rumah hanya ditunggui oleh kerabat Bapak Doewe dengan perawatan seadanya, tanpa pemeliharaan rutin yang berarti, sampai saat rumah terjual tahun 2009.

Rumah ini menyimpan banyak ragam kenangan bagi segenap keturunan Bapak Doewe, mulai dari yang hanya sekedar tahu sampai mereka yang benar-benar memiliki kenangan yang sangat mendalam dan sulit mereka lupakan.

Untuk sekedar memperoleh bayangan visual, berikut adalah foto2 rumah Jatiseeng (tampak dalam) yang diangkat dari foto kunjungan Mgr P.M. ArntzOSC dan peringatan HUT ke 1 Senam Yoga Sari Dewi Ciledug. Mudah-mudahan upaya visualisasi kondisi rumah Jatiseeng bagian dalam melalui foto-foto tersebut dapat memberi gambaran kepada mereka yang belum pernah melihat rumah Jatiseeng secara langsung seutuhnya.

 

Foto 1 : Mgr P.M. Arntz OSC berdiri di antara 2 pilar bulat. Di sebelah kanannya tampak pintu kamar tidur ukuran kecil.Foto 2Anak laki-laki tertua Bapak/Ibu Moedjihardjo (A. Soesdihardjo) yang sedang memberi sambutan berdiri di depan pintu kamar tidur ukuranbesar.

 

Foto 3 : Ibu-ibu peserta senam yoga yang tengah merayakan HUT ke 1 duduk di depan kamar tidur ukuran besar dan kamar tidur ukuran kecil. Lantainya adalah tegel dari rumah Cigobang. Perhatikan tegel berwarna, dulu di rumah Cigobang tegel tersebut juga terdapat dibagian pendopo rumah.Foto 4 : Ibu-ibu duduk di ruang terbuka (yang biasa digunakan sebagai ruang tamu) di depan kamar tidur ukuran besar.

 

Foto 5 : Ibu-ibu duduk di ruangan terbuka (yang biasa digunakan sebagai ruang makan) di depan kamar tidur ukuran kecil. Dalam foto ini tampak pintu utama bagian inti rumah Jatiseeng dengan pendopo yang telah menjadi “rumah kedua” (di samping kiri Bapak Moedjihardjo) dan pintu penyekat dalam bagian inti rumah.

 
 
 

Foto 6 : Sebagian ibu-ibu duduk di ruang terbuka di depan kamar tidur ukuran kecil dan sebagian lagi duduk di ruangan terbuka di depan kamar ukuran besar. Perhatikan 2 pilar bulat utama dan pintu utama pemisah bagian inti dengan bagian pendopo serta pintu pemisah dalam rumah inti. Sekarang bagian pendopo tersebut telah menjadi rumah kedua.

 

Foto 7 :

 

Foto 8 : Teras depan rumah. Tampak Ibu Doewe dan putri sulung (Ibu Moedji berikut anak, mantu dan cucu) dan putri bungsu (Ibu Hardjatmo beserta kedua anaknya)

APBDes 2025 Pelaksanaan

APBDes 2025 Pendapatan

APBDes 2025 Pembelanjaan