Suatu hari Rabi’ah menegur Saleh, seorang guru yang selalu mengajari murid-muridnya supaya mereka terus berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan. “Teruslah kalian mengetuk”, Ujar Saleh. “Lama kelamaan, insya ALLAH, Dia akan membuka pintunya.”
“Saleh,” ujar Rabi’ah, “mengapa kau selalu menggunakan kata akan? Pernahkan Tuhan menutup pintu-Nya?”
Wawasan spiritual semacam itu memang lazim di kalangan para Sufi seperti Rabiah. Bagi mereka pintu Tuhan senantiasa terbuka untuk segenap hambanya. Mereka selalu menekankan dengan berbagai cara dan ungkapan, bahwa Tuhan tak perlu dicari oleh manusia, sebab Dia senantiasa hadir.
Para Sufi memang kerap mencengangkan kita dengan ungkapan-ungkapan yang tak lazim dalam konteks hubungan manusia dan Tuhan. Nada ungkapan mereka kadang terdengar terlalu “berani” atau bahkan “gegabah”, sehingga sering disalah artikan oleh orang-orang yang terbiasa memegang ajaran-ajaran agama secara formal-teksual.
Coba simaklah ungkapan-ungkapan Bayazid Bistami yang dihimpun dalam buku kecil “Instruksi Sufi”, merupakan rekaman atas sebagian dari intisari ajaran mereka. Kita akan melihat betapa kaya dan mendalamnya renungan-renungan mereka, yang terkadang baru dapat dihayati setelah kitapun bersedia merenungkannya lebih mendalam lagi.
- “Pada mulanya aku keliru dalam empat hal. Aku mencoba mengingat ALLAH, mengetahui-Nya, mencintai-Nya, dan mencari-Nya. Sesampai di tujuan, aku melihat ternyata Ia mengingatku sebelum aku mengingat-Nya, pengetahuan-Nya tentang diriku mengalahkan pengetahuanku tentang-Nya, cinta-Nya padaku sudah ada sebelum cintaku pada-Nya, dan Ia sudah mencariku sebelum aku mencari-Nya.”
- Ketika aku merasa sudah sampai di Singgasana ALLAH, aku berkata padanya : “Wahai singgasana, kata orang ALLAH bersemayam di atasmu.” “Wahai Bayazid,” jawab singgasana itu, “yang kudengar Ia tinggal dalam hati orang-orang yang tawadhu.”
Semoga Renungan Sufi ini dapat ikut mendorong pengembangan potensi spiritual kita yang sesungguhnya sangat kaya. Aamiin…..
Instruksi Sufi 2003